Klasifikasi Tanaman Bambu Betung
Bambu Petung (Dendrocalamus Asper) juga di kenal dengan nama Bambusa Aspera Schultes, Dendrocalamus Flagelifer, Gigantochloa Aspera Schultes, Dendrocalamus Merrilianus merupakan tanaman bambu yang memiliki dinding tebal dan kokoh serta berdiameter dapat mencapai lebih dari 20 cm. Bambu betung dapat tumbuh hingga mencapai tinggi lebih 25 meter dan terdiri dari dua jenis, yaitu betung hijau dan betung hitam. Bambu betung ini dapat dijumpai di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi (2000 meter) dan tumbuh subur pada lahan yang basah dengan daerah penyebarannya ada di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi bahkan sampai ke kawasan timur Indonesia.
Di Indonesia sendiri bambu betung dikenal mempunyai nama-nama yang berbeda. Di Jawa dikenal dengan nama Pring Petung, Sunda dikenal dengan nama Awi Bitung, Bugis dikenal dengan nama Awo Petung dan di Papua dikenal dengan nama Bambu Suwanggi.
Klasifikasi Bambu Betung
Di Indonesia sendiri bambu betung dikenal mempunyai nama-nama yang berbeda. Di Jawa dikenal dengan nama Pring Petung, Sunda dikenal dengan nama Awi Bitung, Bugis dikenal dengan nama Awo Petung dan di Papua dikenal dengan nama Bambu Suwanggi.
Klasifikasi Bambu Betung
- Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
- Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
- Kelas : Liliopsida (Berkeping satu / Monokotil)
- Sub Kelas : Commelinidae
- Ordo : Poales
- Famili : Poaceae (Suku rumput-rumputan)
- Genus : Dendrocalamus
- Spesies : Dendrocalamus Asper Backer
Pemanfaatan bambu betung sebagai bahan bangunan telah dilakukan sejak lama, terutama untuk tiang atau penyangga bangunan. Selain itu, juga digunakan untuk keperluan reng atau usuk dibuat dengan cara membelahnya menjadi dua. Bambu betung dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku briket arang, karena mudah didapatkan dan relatif murah harganya jika dibandingkan menggunakan bahan lain. Salah satu cara untuk membuat briket arang yaitu, bahan baku di arangkan terlebih dahulu lalu dihaluskan dengan cara ditumbuk atau digiling, kemudian dicampur dengan perekat (Tapioka) setelah itu dicetak dengan cara pengempaan yang tinggi agar menghasilkan briket yang bermutu baik. Perekat yang digunakan untuk menghasilkan briket yang bermutu baik sebanyak 4% karena menghasilkan kadar air, kadar abu dan nilai kalor yang memenuhi standar SNI 01-6235-2000.