Waspada Terhadap Serangan Wereng Coklat
Wapada Terhadap Serangan Wereng Coklat
Permasalahan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan kendala utama dalam peningkatan dan pemantapan produksi tanaman pangan. Salah satu OPT pada tanaman adalah hama. Saat ini hama wereng batang coklat (WBC) atau Nilaparvata lugens menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan karena menyerang tanaman padi.
Wereng batang coklat adalah salah satu hama padi yang paling berbahaya dan merugikan, terutama di Asia Tenggara dan Asia Timur. Serangga ini menghisap cairan tumbuhan dan sekaligus juga menyebarkan beberapa virus (terutama reovirus) yang menyebabkan penyakit tungro.
Ledakan serangan hama wereng batang coklat (WBC) terjadi pada tahun 2010 khususnya di Jawa dan beberapa provinsi di luar Jawa. Secara langsung, wereng coklat dapat menyebabkan hopperburn dengan aktivitas makannya dengan cara menusuk menghisap. Secara tidak langsung, wereng coklat ini berperan sebagai vektor virus yang menyebabkan penyakit virus kerdil hampa (VKH) dan penyakit virus kerdil rumput (VKR).
Sampai dengan Agustus 2010 luas serangan WBC mencapai 100.000 hektar, sedang areal yang terinfeksi virus hanya 200 hektar. Umumnya kejadian infeksi VKH dan VKR mengikuti kejadian serangan WBC, karena merupakan vektor yang sangat efisien dalam penularan VKH dan VKR.
Upaya untuk pengendalian wereng coklat adalah dengan pendekatan teknik budi daya , teknik kimiawi dan secara hayati serta melakukan deteksi dini dengan pengamatan secara rutin pada pangkal batang, maksimal 3 hari sekali atau menggunakan lampu perangkap.
Apabila pengendalian dilakukan dengan teknik budidaya maka :
- Gunakan varietas tahan seperti Memberamo, Mekongga, Ciherang, IR74, Inpari 2, Inpari 3, dan Inpari 6;
- Pelihara persemaian dan tanaman muda agar tidak terserang wereng coklat;
- Tanam padi secara serempak dalam suatu wilayah;
- Gunakan pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman, dapat menggunakan BWD (bagan warna daun) sebagai indikator kebutuhan pupuk; dan
- Pada saat terjadi serangan, keringkan petakan sawah untuk memudahkan teknis pengendalian.
Apabila dengan teknik kimiawi maka gunakan insektisida dengan bahan aktif fipronil, bupofresin, amidaklorid, karbofuran atau teametoksan.
Ingat penggunaan pestisida merupakan langkah terakhir jika tidak ada cara lain yang efektif.
Secara Hayati dapat menggunakan ekstrak nimba (Azadirachta indica) atau dapat juga melakukan rekayasa ekologis seperti dengan menanam tanaman bunga yang berguna untuk menarik perkembangan musuh alami WBC, hal ini akan membantu petani untuk memahami gunanya hidup berdampingan dengan musuh-musuh alami, baik yang tampak seperti serangga maupun yang tidak tampak seperti mikroba.
Melakukan deteksi dini dengan menggunakan lampu perangkap, sehingga dengan segera para petani mengetahui kehadiran wereng coklat di pertanaman. Apabila wereng coklat telah mencapai 4 ekor/rumpun pada fase vegetatif, serta 7 ekor/rumpun pada fase generatif (ambang ekonomi) maka segera kendalikan dengan pestisida.